BPR Sebagai Mitra Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Oleh : Dr.Ahmad Subagyo

PENDAHULUAN

Keberadaan suatu lembaga yang mampu memberikan pelayanan keuangan berupa penyimpanan dana bagi yang memiliki kelebihan dana dan peminjaman dana bagi pihak yang membutuhkan dana sudah merupakan kebutuhan yang mutlak bagi suatu masyarakat. Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah tidak bisa luput dari peran lembaga intermediasi. Lembaga intermediasi yang lebih dikenal dengan lembaga keuangan perbankan menjadi altenatif utama masyarakat kita dalam melakukan transaksi-transaksi keuangan. Ada berbagai alas an mengapa masyarakat lebih memilih bank sebagai mediasi keuangannya. Alasan yang paling masuk akal adalah karena lembaga keuangan ini berada dibawah pengawasan Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia yang akan menjamin keamanan dalam setiap transaksi perbankan, baik yang menyangkut simpanan atau pinjaman (kredit), maupun transaksi keuangan lainnya.

Disisi lain, masyarakat kita sebagaian besar bergerak di sector ekonomi informal. Sector informal memiliki karakteristik sendiri. Sector ini mudah bergerak, berpindah tempat (mobile), tidak berbadan hokum, bersifat perorangan, assetnya bersifat lancer (modal kerja), dan komoditasnya memiliki siklus hidup yang pendek (makanan,minuman,dan sayur-mayur). Kekhususan sifat inilah yang bagi perbankan justru menjadi kendala bagi objek penyaluran kredit bank. Sementara sector ini menjadi bagian terbesar dari kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Bank umum yang berlokasi di kota-kota besar dan menerapkan berbagai persyaratan kredit dalam menyalurkan dananya ke masyarakat menjadi makin jauh dari jangkauan rakyat kecil.

Adanya gap inilah yang menjadikan “ BPR” diperlukan keberadaannya. Bank Perkreditan Rakyat menjadi solusi bagi masyarakat kecil yang memerlukan pendanaan dalam usahanya. Data membuktikan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) memberikan kontribusi yang tidak kecil dalam membantu bangsa ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah lewat pendanaan usaha (kredit) yang dilakukannya.
UMK dan BPR

Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah. Peran penting tersebut telah mendorong banyak negara termasuk Indonesia untuk terus berupaya mengembangkan UMK. Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang memandang pentingnya keberadaan UMK, yaitu pertama karena kinerja UMK cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UMK sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UMK memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dari pada usaha besar (Berry, dkk, 2001). Lebih lanjut, usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga (Kuncoro, 2000).

Sebagaimana dimaklumi bahwa perkembangan usaha dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal perusahaan. Salah satu faktor internal yang cukup berperan besar dalam mempengaruhi perkembangan usaha, yaitu termasuk UMK adalah merupakan modal untuk investasi maupun modal kerja. Kesulitan memperoleh modal merupakan masalah klasik yang masih menghantui UMK di Indonesia selama ini.

Permasalahan modal tersebut timbul karena tidak adanya titik temu UMK sebagai debitor dan pihak kreditor. Di sisi debitor, karateristik dari sebagian besar UMK di Indonesia antara lain adalah masih belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, tidak/belum memiliki badan usaha resmi, serta keterbatasan aset yang dimiliki. Sementara itu, di sisi kreditor, pemodal atau lembaga pembiayaan untuk melindungi resiko kredit, menuntut adanya kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin usaha resmi serta adanya jaminan (collateral). Lembaga perbankan sebagai salah satu sumber modal secara optimal masih belum dapat membantu permasalahan yang dihadapi UMK. Relatif tingginya tingkat bunga kredit perbankan, prosedur serta persyaratan pengajuan kredit yang relatif sulit untuk dipenuhi, serta tidak adanya jaminan merupakan alasan utama bagi sebagian besar UMK untuk tidak mengajukan kredit kepada perbankan, UMK dengan segala keterbatasannya masih sulit untuk meraih modal dari sumber-sumber modal lembaga-lembaga keuangan non-bank.

Lantas, bagaimana peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam ikut memberikan solusi dalam permasalahan ini ?
Kesulitan dan kendala yang dihadapi oleh UMK, sebenarnya telah diatasi oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang memang keberadaannya untuk membantu kesulitan UMK dalam mendapatkan perkreditan dari Bank Umum dengan segala peraturan dan ketentuannya. Masalah laporan keuangan yang mengharuskan bagi para pemohon kredit di Bank Umum, dapat diatasi oleh BPR, karena nota analisa BPR lebih sederhana tanpa harus melampirkan Laporan Keuangan. Masalah Flreksibilitas Waktu, BPR juga dapat mengatasinya, karena BPR mengetahui karakter UMK yang menjadikan modal kerja sebagai nafas hidupnya dan tidak bisa ditunda-tunda; maka BPR dapat mencairkan kredit dalam hitungan hari (bukan minggu atau bulan) dari waktu pengajuan sampai cairnya kredit. Masalah Jaminan (collateral) juga dapat diatasi oleh BPR, Sebagian BPR tidak membatasi jaminan hanya pada jaminan yang bersifat konvensional saja seperti Kendaraan (motor/mobil), dan tanah (bangunan) saja. Tapi BPR-BPR tertentu dapat memberikan keleluasaan jaminan, misalnya berupa Girik, Personal Garansi, Garansi Perusahaan dan Tanggung Renteng. Masalah plafon kredit juga dapat diatasi oleh BPR, pada umumnya BPR dapat memberikan plafon dalam jumlah yang relative kecil misalnya: dari Rp.500ribu hingga ratusan juta rupiah. Sehingga kendala di Bank Umum yang mensyaratkan jumlah pinjaman tertentu dengan batasan minimal di atas Rp. 5juta (misalnya), di BPR ditiadakan. Selain itu termin pembayaran juga lebih fleksibel disesuaikan dengan jenis usaha debiturnya.

Sampai saat ini BPR telah menyalurkan kredit kepada masyarakat UMK dengan nilai kredit sebesar Rp. 17,041 triliun, yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah kantor pelayanan sebanyak 3.169 kantor.

Jika asumsi bahwa sector usaha Mikro dan Kecil bermodal tidak lebih dari Rp. 50 juta, maka berarti ada 340.820 UMK yang mendapatkan fasilitas kredit. UMK yang memiliki rata-rata pekerja sebanyak 5 orang. Berarti ada 1.704.100 orang yang terbantu mendapatkan pekerjaan.

Di sisi lain dana yang digunakan untuk menyalurkan dananya ke masyarakat adalah dana yang dihimpun dari masyarakat kecil juga, dengan memberikan marjin yang relative besar dibandingkan dengan Bank Umum. Harapanya adalah masyarakat kecil juga memberikan kontribusi langsung dalam kegiatan intermediasi keuangan dengan imbalan yang lebih realistic.

Dana yang dihimpun oleh BPR pada akhir tahun 2006 sebesar Rp. 15.561 triliun. Hal itu mengindikasikan bahwa dana yang dihimpun oleh BPR sepenuhnya disalurkan kepada masyarakat kembali dengan LDR sebesar 82.24%. sedikit dana yang idle, dana yang disimpan untuk cadangan keamanan dalam transaksi relative kecil, karena sebagian besar dana yang ada digunakan untuk memberikan kredit. Sehingga dana dari rakyat dan dipergunakan kembali oleh rakyat. Tidak ada kemuflase penggunaan dana yang diselewengkan untuk kepentingan lain, selain untuk kepentingan masyarakat UMK itu sendiri.

Sebagai sebuah ilustrasi saja, bahwa Bank Umum

PENUTUP

Peran Bank Perkreditan Rakyat (BPR) begitu nyata dalam masyarakat kita, terutama bagi masyarakat yang bergerak di sector usaha mikro dan kecil. Keberadaannya perlu ditingkatkan lagi, terutama bagi otoritas moneter seharusnya mendorong agar BPR dapat berkembang lebih progressif baik dalam penghimpunan dana maupun penyalurannya, dengan memberikan regulasi yang lebih positif dan sportif bagi BPR. Sehingga masyarakat dapat memperoleh

Penulis bisa dihubungi di :
www.ahmadsubagyo.com
sahabat@ahmadsubagyo.com

Speak Your Mind

*